Peluang Kerja Anak Tunagrahita Pasca Sekolah

Peluang Kerja Anak Tunagrahita Pasca Sekolah
Nindya Seva Kusmaningsih
(Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya)
nindyaseva@gmail.com

Abstrak

Mendapatkan pekerjaan merupakan hal penting bagi anak tunagrahita setelah lulus sekolah yang memiliki bekal keterampilan vokasional dari sekolahnya. Dengan bekerja, anak tunagrahita bisa hidup mandiri dalam menghidupi dirinya sendiri. Untuk itu penelitian ini bertujuan mendeskripsikan peluang kerja anak tunagrahita pasca sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis peneitian ekspost facto deskriptif. Dari dua sekolah luar biasa yang diteliti, menunjukkan hasil bahwa peluang kerja anak tunagrahita tidak sesuai dengan bekal keterampilan vokasional yang diberikaan saat sekolah. Peluang kerja anak tunagrahita pasca sekolah seharusnya lebih banyak. Karena anak tunagrahita sudah mendapatkan bekal keterampilan vokasional dari pihak sekolah. Namun dari hasil penelitian diketahui bahwa anak tunagrahita tidak memiliki peluang kerja yang baik. Pasca sekolah dari hasil penelitian, dari 5 anak yang diteliti ada tiga anak yang mendapatkan peluang kerja, tapi tidak sesuai dengan keterampilan vokasional yang diajarkan di sekolah.
Kata kunci: peluang kerja, tunagrahita, pasca sekolah

PENDAHULUAN
Anak tunagrahita cenderung memiliki kecerdasan di bawah rata-rata normal. Mengingat keterbatasan intelektual dan potensi yang dimiliki anak tunagrahita, mengakibatkan mereka kurang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, dan kurang memiliki keterampilan untuk bekerja yang memadai. Anak tunagrahita ringan masih memiliki kemampuan non-akademik yang masih bisa dikembangkan. Kemampuan non-akademik yang dimaksud yaitu sebuah keterampilan vokasional. Keterampilan vokasional yang dapat digunakan sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja. Dengan bekal keterampilan vokasional tersebut diharapkan anak tunagrahita dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan minat anak.
Peluang kerja anak tunagrahita diartikan sebagai kesempatan yang dimiliki oleh anak tunagrahita dalam memperoleh pekerjaan untuk menunjang kehidupan yang akan datang. Anak tunagrahita akan lebih mengalami kesulitan dalam memperoleh kesempatan kerja jika dibandingkan dengan anak normal.
Dalam penelitian sebelumnya dilakukan oleh Mastiani, Emay pada tahun 2013 mengenai program keterampilan kerja mengemas produk pertanian bagi tunagrahita ringan kelas XI di SLB Sukagalih Lembang Bandung Barat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa anak tunagrahita ringan mampu mengerjakan pekerjaan yang semi-skill yaitu pekerjaan mengemas produk pertanian, pekerjaan yang dikuasai dan disenangi akan menyebabkan mereka tekun bekerja serta penyedia lapangan pekerjaan mengemas produk pertanian bersedia menerima anak tunagrahita yang mau bekerja di tempat tersebut.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Suparno, Haryanto dan Edi Purwanta pada tahun 2009 dengan judul pengembangan keterampilan vokasional produktif bagi penyandang tunarungu pasca sekolah melalui model sheltered-workshop berbasis masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian yang dicapai, secara keseluruhan adalah (a) pada tahap pertama diketahui bahwa subyek sangat mebutuhkan latihan keterampilan, sebagian besar dari mereka (80%) belum memiliki pekerjaan dan belum memiliki keterampilan yang memadai, (b) model yang diuji cobakan ternyata memberikan dampak yang positif dan adaptable terhadap subyek dalam pengembangan keterampilan, (c) hasil evaluasi dan sosialisasi menunjukkan adanya respon positif terhadap model sheltered-workshop yang berbasis masyarakat, (d) terbentuknya rintisan implementasi model sheltered-workshop yang berbasis masyarakat tingkat kabupaten, sebagai basis pendidikan dan advokasi keterampilan vokasional produktif bagi penyandnag tunarungu pasca-sekolah (SLB) dan dapat digunakan sebagai percontohan bagi daerah-daerah skitarnya, (e) tersusunnya buku petunjuk teknis pelaksanaan model, serta (f) terakomodasinya sebagian kebutuhan fasilitas dan penyelenggarakan pendidikan ketermapilan vokasional bagi para penyandang tunarungu di daerah.
Hasil observasi di lapangan dengan tiga sekolah luar biasa di kabupaten Sidoarjo, diperoleh informasi dari guru dan kepala sekolah bahwa setelah lulus dari sekolah, anak tunagrahita ada yang kembali kekeluarganya, ada yang kembali kesekolah untuk sekedar membantu ataupun bermain, ada yang dipekerjakan sendiri oleh orang tuanya namun tetap diberikan upah. Kondisi ini menunjukkan bahwa keterampilan vokasional yang diberikan oleh pihak sekolah kurang berjalan dengan baik setelah anak lulus sekolah dan diperoleh informasi bahwa masyarakat kurang memberikan kepercayaan terhadap kinerja anak tunagrahita.

METODE
A.  Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian studi deskriptif peluang kerja anak tunagrahita pasca SMALB ini termasuk dalam pendekatan kualitatif karena peneliti secara ideal berlaku sebagai instrumen.
Menurut Sugiyono (2015:15), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, gidunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan  snowbaal, teknik pengumpulan data dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kaulitatif lebih menekankan makna dari  generalisasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin mendeskripsikan keadaaan yang ada terkait peluang kerja anak tunagrahita pasca SMALB.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekspost facto deskriptif, karena data yang diperoleh dari lapangan dan akan dipaparkan sesuai dengan apa adanya data. Hal ini sesuai dengan pengertian penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk membuat suatu gambaran keadaan atau sesuatu kegiatan secara sistematis, faktual dan terhadap fenomena-fenomena atau faktor-faktor dan karakteristik populasi atau daerah  tertentu (Wahyudi, 2009:25).
B.  Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2015:335).
Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis (Sugiyono, 2015:335). Selanjutnya menurut Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2015:337), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh.
Menurut Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2015:337-345), aktivitas analisis data adalah sebagai berikut:
1.        Data Reduction (Reduksi Data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk it maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, makin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan makin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.  Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
2.        Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penuajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2015:341) menyatakan “the most frequent form display data for qualitative research data in the past has been narratuve tex”. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
3.        Conclusion Drawing/verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif  masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan proses analisis data dalam penelitian ini, dimulai dari reduksi data. Reduksi data dilakukan sebelum melakukan penelitian, jadi peneliti akan turun langsung ke lapangan untuk melakukan penegasan pada masalah yang akan diteliti yaitu terkait peluang kerja anak tunagrahita pasca SMALB. Kemudian peneliti akan mengumpulkan data dengan metode-metode pengumpulan data yang telah ditetapkan. Data yang diperoleh akan direduksi dan kemudian disajikan. Setelah proses penyajian data selesai , maka kemudian ditarik kesimpulan dan dilakukan verifikasi terhadap data tersebut.

HASIL DAN ANALISIS
Di SLB Negeri Gedangan dan SLB A-l Chusnaini memberikan program keterampilan vokasional kepada anak tunagrahita. Ada berbagai jenis keterampilan vokasional yang diajarkan. Keterampilan vokasional yang diajarkan kepada anak tunagrahita disesuaikan dengan kemampuan serta minat dan bakat masing-masing anak tunagrahita.
Di SLB Negeri Gedangan dan di SLB Al-Chusnaini belum mengadakan praktek kerja lapangan yang bekerja sama dengan mitra ataupun pihak luar. Serta belum adanya program pelatihan kerja untuk menyiapkan anak tunagrahita yang akan memasuki dunia kerja. Kedua pihak sekolah juga belum menunjukkan hasil kinerja (produk) dari anak tunagrahita kepada dunia usaha dan industri. Hal tersebut menjadikan kendala pihak sekolah terkait peluang kerja anak tunagrahita pasca SMALB. Selain itu kendala lain adalah sekolah belum memiliki tempat khusus untuk mempekerjakan anak tunagrahita setelah lulus dari sekolah. Sehingga anak tunagrahita belum memiliki peluang kerja yang baik walaupun sudah diberikan program keterampilanvokasional.
Di SLB Negeri Gedangan ada empat lulusan anak tunagrahita pada tahun 2014 dan 2015. Ada dua lulusan anak tunagrahita di tahun 2014 yang tidak mendapatkan peluang kerja, dan mereka kembali ke sekolah untuk bermain. Dua lulusan anak tunagrahita yang selanjutnya mendapatkan peluang kerja namun tidak sesuai dengan bekal keterampilan yang didapatkan di sekolah. Anak tunagrahita yang mendapatkan bekal keterampilan vokasional di bidang otomotif namun peluang kerjanya di warung makan. Anak tunagrahita yang mendapatkan bekal keterampilan vokasional di bidang menyablon namun peluang kerjanya di mebel bagian menggosok kayu. Sedangkan di SLB Al-Chusnaini ada satu lulusan anak tunagrahita pada tahun 2015. Anak tunagrahita tersebut mendapatkan peluang kerja tidak sesuai dengan keterampilan vokasional yang didapatkan di sekolah namun di tempat kerja anak tersebut tidak mendapatkan upah. Anak tunagrhita tersebut mendapatkan bekal keterampilan vokasional merajut namun peluang kerjanya yaitu menjaga koperasi sekolah.

KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Simpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian terhadap peluang kerja anak tunagrahita pasca SMALB yang telah dideskripsikan dan dianalisis maka penelitian dapat disimpulkan  bahwa di SLB Negeri Gedangan dan SLB Al-Chusnaini memberikan program keterampilan vokasional secara optimal. Tidak hanya ada satu jenis keterampilan saja yang diajarkan, melainkan ada berbagai macam jenis keterampilan yang diajarkan oleh pihak sekolah. Pihak sekolah juga memberikan dukungan berupa fasilitas untuk mengembangkan program keterampilan vokasional. Program keterampilan vokasional ini diberikan dengan tujuan agar setelah lulus dari sekolah, anak memiliki keterampilan yang bisa digunakan sebagai bekal dalam memperoleh pekerjaan.  Namun tujuan yang diharapkan tidak tercapai dengan baik. Pada kenyataannya, anak tunagrahita yang mendapatkan bekal keterampilan vokasional setelah lulus dari sekolah juga tidak  mendapatkan peluang kerja di masyarakat. Anak tunagrahita ada yang mendapatkan pekerjaan setelah lulus dari sekolah, namun pekerjaan yang didapat tidak sesuai dengan keterampilan vokasional yang didapatkan dari sekolah.
Peluang kerja anak tunagrahita pasca SMALB masih sangat terbatas, dan peluang kerja yang ada tidak sesuai dengan keterampilan vokasional yang diajarkan di sekolah. Dari hasil penelitian, di SLB Negeri Gedangan ada empat anak tunagrahita yang sudah lulus dari jenjang SMALB. Ada dua anak tunagrahita yang mendapatkan peluang kerja dan ada dua anak tunagrahita yang tidak mendapatkan peluang kerja. Setelah lulus dari sekolah, dua anak tunagrahita yang tidak mendapatkan peluang kerja hanya berdiam diri menganggur di rumah dan kembali bermain ke sekolah. Sedangkan dua anak tunagrahita yang mendapatkan peluang kerja, mereka mendapatkan peluang kerja namun tidak sesuai dengan keterampilan vokasional yang didapatkan dari sekolah. Anak mendapatkan keterampilan vokasional di bidang menyablon , peluang kerja yang didapatkan ada di bidang mebel bagian menggosok kayu. Selanjutnya anak tunagrahita yang meniliki latar belakang di bidang otomotif, namun peluang kerja yang didapatkan ialah bekerja di warung makan. Dan di SLB Al-Chusnaini, anak tunagrahita memiliki keterampilan vokasional merajut namun peluang kerjanya melayani di koperasi sekolah.
Terkait masalah peluang kerja bagi anak tunagrahita memang cenderung lebih sulit jika dibandingkan dengan anak yang memiliki jenis ketunaan lain. Selain itu pandangan masyarakat yang sebelah mata, yang tidak bisa mempercayai kinerja anak tunagrahita juga menjadi salah satu hambatan aank tunagrahita tidak mendapatkan peluang kerja dengan baik. Di samping itu, pihak sekolah melepaskan anak tunagrahita yang sudah lulus dengan begitu saja, tidak diberikannya arahan untuk orang tua anak tunagrahita tersebut. Pihak sekolah juga tidak memiliki mitra untuk bekerja sama dalam menampung pekerja anak tunagrahita.
B.  Saran
1.      Bagi pihak sekolah
a.       Melakukan analisis kebutuhan pasar sehingga keterampilan vokasional yang diajarkan bisa sesuai dengan kebutuhan pasar
b.      Mengadakan program kerja lapangan yang bekerja sama dengan mitra
c.       Mengadakan pelatihan kerja untuk mempersiapkan anak tunagrahita yang akan memasuki dunia kerja
d.      Memiliki tempat kerja yang bisa menampung lulusan anak tunagrahita
e.       Mengajak orang tua (parenting) agar orang tua meneruskan apa yang diajarkan di sekolah dan mendampingi anak tunagrahita
f.       Memberikan saran, arahan dan bekerja sama dengan orang tua anak tunagrahita yang sudah lulus terkait masalah peluang kerja
2.      Bagi orang tua
a.       Tidak memiliki sikap yang pasrah dan tidak tega terhadap anaknya
b.      Selalu memberikan motivasi kerja kepada anak
c.       Memberikan arahan, keterampilan, fasilitas dan modal usaha kepada anak
d.      Menjalin kerja sama yang baik dengan masyarakat, agar masyarakat ikut berperan dalam membantu memberikan peluang kerja terhadap anak
3.      Bagi masyarakat
a.       Memiliki kepedulian terhadap anak tunagrahita
b.      Iku membantu dalam memberikan peluang kerja
c.       Tidak memandang rendah anak tunagrahita karena hal tersebut termasuk diskriminasi
4.      Bagi pemerintah
a.       Membuat wadah tempat kerja yang bisa menampung anak tunagrahita yang sudah lulus
b.      Melaksanakan UUD yang berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus dengan baik dan sesuai
c.       Memberikan sanksi tegas kepada masyarakat yang melakukan tindak diskirminasi masalah pekerjaan terhadap anak tunagrahita.

DAFTAR PUSTAKA 
Afifah, Mayasari Nur, dkk. 2003. Tracer Study Alumni SLB C Negeri di Kota Madya Yogyakarta. Yogyakarta diakses pada tanggal 09 Maret 2017 pukul 11.45 WIB
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT RinekaCipta
Astati. 1996. Pendidikan dan Pembinaan Karier Penyandang Tunagrahita Dewasa. Bandung:Depdikbud
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006.  Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta diunduh pada tanggal 18 November 2016 pukul 09.19 WIB
Haryanto. 2010. “Rehabilitasi Berbasis Kerja Bagi Siswa Tunagrahita Ringan Usia Produktif”. Jurnal Pendidikan Khusus. Vol 6 (1):hal 10
Iswari, Mega. 2007. Kecakapan Hidup Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Depdiknas
Karyana, Asep dan Widati, Sri. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa. Jakarta:Luxima
Kustawan, Dedy. 2013. Bimbingan & Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:Luxima
Mastiani, Emay. 2013. Program Keterampilan Kerja Mengemas Produk Pertanian Bagi Anak Tunagrahita Ringan Kelas XI Di SLB Sukagalih Lembang Bandung Barat. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia diakses pada tanggal 09 Maret 2017 pukul 11.30 WIB
Permendiknas. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta diunduh pada tanggal 18 November 2016 pukul 07.45 WIB
Purwanta, Edi. 2012. Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ramadhan, M. 2012. Ayo Belajar Mandiri Pendidikan Keterampilan & Kecakapan Hidup untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta:Javalitera
Rochyadi, Endang. 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tunagrahita. Jakarta: Depdiknas
Rusdiansyah, Fani. 2013. Tracer Studi Dunia Kerja Anak Tunagrahita Pasca SMALB Se-Kabupaten Sidoarjo. Surabaya:Universitas Negeri Surabaya diakses pada tanggal 10 Oktober 2016
Sapsuha, Syarifudin. 2009. Penduduk, Kesempatan Kerja dan Kinerja Perekonomian Daerah. Yogyakarta: Artikel UGM
Sugiyono. 2015. Metodologi Penelitian (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2016. Metodologi Penelitian (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta
Sujarwanto. 2005. Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:Depdiknas
Suparno, Haryanto dan Edi Purwanta. 2009. “Pengembangan Keterampilan Vokasional Produktif Bagi Penyandang Tunarungu Pasca Sekolah Melalui Model Sheltered-Workshop Berbasis Masyarakat”. Jurnal Pendidikan Khusus. Vol 5 (2):hal 12
W. Djatmiko, Istanto. Tahun. Pendidikan Vokasi Dalam Perspektif Philosopher Tradisional, (Jurnal). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses pada tanggal 31 Desember 2016.
Wahyudi, Ari. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan Luar Biasa. Surabaya: Unipress
Widjaya, Ardhi. 2012. Seluk – Beluk Tunanetra & Strategi Pembelajarannya. Jogjakarta: Javalitera
Wijaya, Ardhi. 2016. Teknik Mengajar Siswa Tunagrahita. Yogyakarta:Kyta
Wikasanti, Esthy. 2014. Mengupas Therapy Bagi Para Tuna Grahita : Retardasi Mental Sampai Lambat Belajar. Jogjakarta:Maxima
Wikasanti, Esthy. 2014. Pengembangan Life Skills untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Maxima

Komentar

Postingan Populer